Pepatah tersebut menggambarkan jika para penguasa pemilik control dan otoritas saling bersitegang dan bertarung memperebutkan suatu hal maka rakyat kecillah yang menjadi korbannya. Jika sesama director saling konflik secara terbuka atau tersembunyi maka anak buah akan kesulitan, kebijakan tidak bisa berjalan maksimal, terjadi konflik juga secara horizontal dikalangan pelaksana. Apakah anda pernah mengamati hal tersebut terjadi ?
Saya pernah mengamati dan diberi kesempatan melihat konflik tersebut. Sebagai contoh, tahun lalu sebuah industri manufacturing sepatu di Jatim, industri jasa penjualan, industri pembuatan katoda dan berbagai industri lain mengalami konflik parah itu.
Bayangkan jika industri sepatu memiliki 5 manager. Manager produksi, manager keuangan dan pajak, manager sumber daya manusia, manager teknik, dan manager informasi. Awalnya hanya manager produksi dan manager keuangan sajalah yang terlibat konflik parah. Efeknya seperti kartu domino. Tim mereka juga menjadi tidak akur. Keputusan yang telah diambil manager produksi tidak didukung oleh manager keuangan atau sebaliknya. Alhasil semua tindakan operasional menjadi mandek, anak buah kasak kusuk, antar manager mulai terlibat konflik juga, direktur bingung karena misinya tidak optimal, supplier ketakutan jika barangnya tidak dibayar, buyer komplein karena pesanannya tidak selesai tepat waktu dan lain sebagainya. Apakah anda pernah mendengar pengalaman tersebut ?
Jika contoh pertama diatas tentang industri manufactur maka contoh kedua ini adalah tentang industri jasa penjualan yang pemimpinnya terlibat konflik. Konflik ini antara dua generasi yang berbeda yang keduanya menjadi pemimpin perusahaan dan memiliki control serta pengaruh. Generasi pertama (owner) membangun bisnis ini dari nol sampai menjadi besar dan sangat menguntungkan. Otomatis generasi pertama sudah memiliki orang-orang penting yang dahulu dipilihnya dan saat ini juga masih menjalankan perintah generasi pertama. Sedangkan generasi kedua juga sudah mulai menjalankan operasional bisnis tersebut sehingga generasi kedua merekrut, memilih, dan menuntut orang orang yang telah dia pilih untuk menjalankan semua kebijakannya. Pangkal konfliknya sederhana yaitu generasi pertama ingin konservatif dan bukti dari generasi kedua. Jika generasi kedua sudah membuktikan maka generasi pertama akan menyerahkan full otoritas kepada generasi kedua. Namun generasi kedua meminta full otoritas terlebih dahulu dari generasi pertama karena walau sudah sebagian besar mendapatkan otoritas generasi kedua masih merasa terhambat untuk mengambil policy dan control. Apa dampaknya kepada generasi pertama dan kedua tersebut ? Hubungan darah mereka menjadi sangat terganggu bahkan menjadi seolah tidak mengenal satu dengan yang lain. Apa dampaknya bagi tim ? Dua kubu bertarung di tataran pelaksana lapangan. Antar tim menjadi tidak kompak, banyak turn over karyawan, kreativitas mandek, penjualan menurun dan lain sebagainya.
Maka, dengan contoh contoh diatas, saya berharap jika anda adalah pemimpin perusahaan baik di level apapun, hati-hatilah dalam berinteraksi dengan partner kerja, perluas cakrawala berpikir dan carilah selalu sisi baik setiap policy melalui berpikir positif. Ingatlah segala tindakan dan kata-kata kita memiliki konsekuensi. Jadi, berkata dan berbuat positif lebih bagi bagi semua pihak, bagi atasan, stake holder, bawahan, supplier, buyer, dan masyarakat.
Anda adalah gajah, hindarilah bertarung dengan gajah lain, bahkan walaupun kita bisa bertarung, tetaplah memilih alternatif positif supaya para pelanduk damai dan produktif dalam bekerja.
Sampaikan salam kami bagi gajah yang lain..
Antonius A. Marhendro , Lead Trainer-Consultant
AIS Training and Consulting